Wednesday 13 February 2013

Tugas Pemasaran Sosial dan Kewirausahaan

"Fiesta Rasa Banana......"


Aku membeli kondom pada hari Senin tanggal 2 April 2012 pukul 22.00 di Apotek K-24 Dr.Wahidin, Semarang. Awalnya aku mengajak salah seorang kakak tingkatku panggil aja Angga (samaran). Kami sudah bersiap-siap untuk ke apotek tapi karena ada suatu masalah, akhirnya rencana tersebut gagal total. Kemudian aku mengajak temanku jurusan Teknik Mesin, Undip untuk membeli kondom. Sebut saja Andra (samaran).
Pada saat aku mengajak dia pertama kali untuk membeli kondom, dia sangat kaget dan merasa tugas tersebut sangat aneh.
“Dra, mau bantuin aku nggak? Tapi jangan kaget ya soalnya ini buat tugas kuliah. Bingung ni mau ngajak siapa lagi…hehehe” pintaku sambil tersenyum manis.
“Emang  tugas apaan? Kok ga boleh kaget? Tugasnya aneh ya? Hayoo….jangan-jangan suruh nemenin…………?” tanyanya sambil memandangku dengan aneh dan senyum-senyum sendiri.
Membuatku menjadi “salting (salah tingkah)” karena memberikan banyak pertanyaan yang belum ada satupun yang aku jawab yang ditambah dengan lirikannya yang aneh. Akupun dengan tersipu malu menjawab pertanyaannya, “Hehehe….tugas kuliah buat beli kondom di apotek…..@#&$@*%#”.
“Apaaa…..? Beli kondom…? Nggak salah tu…? Tugasnya konyol banget sih” jawabnya lagi-lagi dengan wajah kaget dan aneh.


Akupun mencari cara untuk merayu dia agar mau menemaniku ke apotek untuk membeli kondom. Pikiranku berputar-putar mencoba untuk mencari berbagai alasan.
“Ayolah…..temenin aku ya.!!! Nggak kasihan ni ma aku?? Ni juga kan buat menambah pengalaman…Belum pernahkan jalan-jalan ke apotek beli kondom…apalagi kamu kan anak mesin berkutat ma mesin mulu, sekali-kali cari pemandangan lain lah. Sekalian wisata edukasi lho..hehehe” pintaku sambil berusaha menjelaskan kepadanya dan berharap dia mau membantuku.
Dan akhirnya setelah lama bernegoisasi dengan dia agar mau menuruti permintaanku, diapun menggangguk, menandakan mau.
Rencana untuk menjalankan misi membeli kondom pun mulai tersusun. Yap, target untuk menemani ke apotek sudah setuju. Sekarang tinggal menentukan apotek mana yang harus aku masuki, kapan meluncur ke apotek tersebut, menyusun pertanyaan-pertanyaan yang harus ditanyakan kepada petugas apotek,  dan yang terpenting mempersiapkan mental. Karena jujur, aku belum pernah sekalipun membeli barang ini dan takut dengan tanggapan pengunjung lain yang sedang membeli obat atau yang lainnya di apotek. Apalagi kepada pengunjung yang sedang antre, mereka pasti akan melihatku. Mau ditaruh dimana mukaku pasti akan malu sekali, pikirku sambil membayangkannya.
Setelah mempersiapkan mental dan memperkirakan tidak ada tugas yang harus segera dikumpulkan atau belajar untuk kuis pagi harinya, akhirnya waktu untuk membeli kondompun sudah disepakati. Senin malam. Tapi rencana berubah sedikit. Awal rencana hanya berdua yaitu aku dan Andra yang membeli. Sekarang berubah, temanku mengajak untuk pergi bersama-sama ke apotek, tapi dia dengan teman prianya. Tak apalah, setidaknya dapat mengurangi kegugupan dan ketegangan kalau nanti sudah ada di depan apotek. Yap, rencana ke apotek empat orang tapi apotek mana belum terpikirkan di otak kami. Yang terpenting cari apotek yang jaraknya agak jauh dan kemungkinan tidak akan kami kunjungi lagi. Itu tujuan kami agar nantinya tidak malu kalau semisal petugas apotek masih ingat dengan wajah kami yang dengan tampang selugu ini membeli kondom. Walaupun kami juga tahu kemungkinan sangat kecil kalau petugas apotek masih ingat dengan wajah kami, tapi buat jaga-jaga saja.
Saat yang ditunggu-tunggupun tiba. Kami janjian kumpul senin malam pukul 21.00 di kos ku. Aku masih menunggu dengan Andra di teras kos. Tapi setelah sekian menit temenku tak kunjung datang. Tak terlihat batang hidungnya. Tapi tiba-tiba saja handpone ku berbunyi. Tanda sms masuk. Lalu aku baca isi sms nya. Ternyata temanku masih menunggu temannya. Yah, terpaksa menunggu lagi. Hampir sejam berlalu dan akhirnya temanku sampai juga di depan kos. Penantian pun selesai. Kami sama-sama berangkat sekitar pukul 22.00.
Misi akan segara kami laksanakan. Aku dan Andra mengikuti sepeda motor yang dinaiki temanku dari belakang. Aku belum tahu tujuannya, apotek mana belum jelas. Yang ada dipikiranku cukup mengikuti kemana arah sepeda motor temanku pasti akan sampai ke tujuan. Tapi setelah sampai di daerah Gombel, kami berdua ketinggalan jejak. Waduh, kemana perginya mereka?? Kami berdua bertanya-tanya di sepanjang jalan.
“Waduh…kemana ni? Dah ga keliatan. Tadi sebenernya janjian ke apotek mana sih?” tanya Galang yang mulai panik.
“Tadi belum jelas mau ke apotek mana. Aku kan cuma ngikuti temanku dari belakang. Katanya pengen yang jauh tempatnya.” jawabku dengan wajah bingung dan panik juga.
Aku mencoba sms tapi tak ada balasan. Aku coba telphon tapi tak diangkat. Kemungkinan handphone temanku ditaruh di tasnya, pikirku. Waduh gawat, gimana caranya ketemu kalau aku dan Andra ketinggalan. Tapi ya sudahlah, aku putuskan untuk pergi ke apotek yang lain saja daripada membuang-buang waktu lagi. Karena aku pikir ini sudah terlalu malam, aku tidak mau kalau larut malam sampai kos nanti.
“Ya sudah, kita ke apotek yang lain aja. Temanku juga nggak ada kabar nih… Itu di depan ada apotek K-24 nanti kita mampir di situ aja. Nanti biar aku bilang temanku kalau kita ke apotek yang beda.” kataku pada Andra setelah sepanjang jalan dalam kebingungan.
Kami berdua sampai di apotek terdekat dari tempat dimana aku dan temanku berpisah. Ya, apotek K-24 Dr.Wahidin. Kegugupanpun mulai terasa. Padahal daritadi pas di jalan aku merasa biasa-biasa saja. Mungkin ini karena sugesti dari dalam diriku. Dan setelah sampai di depan apotek, mentalku mulai diuji. Tekanan darahku seolah meningkat lebih cepat, denyut jantungku tiba-tiba berdetak lebih keras, deg deg deg. Andra hanya tersenyum sambil tertawa kecil melihat tingkahku yang daritadi muter-muter nggak jelas mengurangi kegugupan.
“Kenapa sih malah senyam senyum ga jelas..???” tanyaku sambil melirik ka arahnya.
“Lha daritadi kamu ngapain..muter-muter ga jelas gitu. Trus kapan nih masuk apoteknya? Takut ya?” balas Andra yang masih saja duduk di atas sepeda motornya sambil merapikan tatanan rambutnya.
Aku mendekatinya, dan duduk disampingnya. “Aku takut…..deg deg an banget nih.” jawabku sambil merengek seperti anak kecil.
“Ya udah ga usah takut lah. Anak kesehatan masak gitu aja takut sih. Udah tenang aja. Nanti biar aku aja yang bilang duluan.” katanya yang mencoba menenangkanku.
Walaupun masih takut, tapi aku coba untuk masuk ke dalam apotek. Aku menggandeng tangan Andra. Aku lihat suasana di dalam apotek. Untung, pengunjung tidak terlalu ramai. Hanya sekitar dua sampai tiga orang. Itu membuat aku sedikit lebih lega. Setelah itu, ada petugas apotek yang menghampiri kami. Dan ternyata yang menghampiri kami malah karyawan pria. Tapi tak apalah  pria dan wanita sama aja, pikirku.
“Ehmm…mau beli apa mas?” tanya karyawan apotek itu kepada kami. Spontan, aku dan Andra malah saling pandang. Kami berdua diam sejenak. Seperti ada sesuatu yang menghalangi kami untuk mengucapkan itu. Dan untung Andra tidak separah aku. Kemudian dia menjawab pertanyaan karyawan.
“Mau beli kooon…dom mas?” jawab Andra dengan sedikit terbata-bata.
Dengan wajah yang keliatan agak kaget yang mungkin karena mendengar ucapan Andra atau melihat kami yang sedang menahan tawa, karyawan tersebut menyuruh kami untuk berpindah ke bagian samping. Melihat-lihat kondom-kondom yang tertata dengan rapi di dalam almari kaca apotek.
“Mau beli yang mana mas?” tanya karyawan itu dengan wajah yang masih bingung.
“Ehmm….lihat-lihat dulu ya mas. Emang jenisnya itu apa aja sih mas? Trus rasanya apa aja?” jawabku sambil melihat kondom-kondom itu.
“Oh ya mbak silahkan..!!! Ini bisa dilihat sendiri mbak, jenisnya banyak. Ada fiesta, durex, simplex dan sutra. Kalau  rasanya sih macam-macam mbak. Mulai dari yang ga berasa sampai rasa buah-buahan” jelas karyawan tesebut pada kami.
Kami berdua masih saja bertanya-tanya seputar kondom kepada karyawan apotek tersebut. Tanya harga kondom mulai dari yang termurah sampai termahal, yang paling sering dibeli, isi kondom itu berapa saja, kondom itu terbuat dari apa dan bedanya antara kondom yang ini dengan kondom yang itu. Semuanya kami tanyakan pada karyawan, sampai dia benar-benar bingung dan heran kenapa kami tanya-tanya terus. Karena jujur kami sangat penasaran dan ingin lebih mengetahui seputar kondom lebih dalam lagi. Terlebih buat Andra karena dia tidak kuliah di bidang kesehatan sehingga membuat dia begitu antusias untuk mendapat informasi tentang kondom.
Informasi yang kami dapatkan seputar kondom dari karyawan masih sangat terbatas. Merk kondom bermacam-macam antara lain durex, simplex, fiesta dan sutra. Untuk kualitas paling bagus adalah durex bila dibandingkan dengan merk kondom yang lain. Harga kondom pun bervarisi untuk yang termahal adalah durex dengan harga sekitar Rp 12.000 , untuk yang sedang seperti fiesta dijual dengan harga sekitar Rp 4500 dengan isi tiga kondom, dan yang termurah adalah sutra dengan harga sekitar Rp 3000. Sedangkan kondom yang sering dibeli oleh pengunjung adalah merk fiesta dengan rasa durian karena kami juga melihat di apotek tersebut kehabisan persediaan jenis kondom tersebut.
Sekitar lima belas sampai dua puluh menit berlalu, kami belum juga mengatakan kondom mana yang akan kami beli. Kami masih pilih-pilih dan melihat-lihat barang tersebut seperti melihat sesuatu yang begitu menakjubkan dan belum pernah kami lihat sebelumnya. Karena begitu lama, karyawan tersebut sampai pergi dan melayani pembeli yang lain. Waduh, maafkan kami yang tidak bermaksud untuk membuat karyawan itu menunggu kami. Kami hanya masih bingung saja. Kami belum cocok mau pilih kondom yang mana.
Tapi karena merasa tidak enak dengan karyawannya, kemudian aku pun tanya pada Andra.
“Draaaa…, kamu mau yang mana?” tanyaku sambil melihat Andra dengan suara manja.
“Terserah kamu aja… Kira-kira enak yang mana ya?” ujar Andra yang masih saja melihat-lihat kondom.
“Aku nggak tahu lah.. Aku kan belum pernah coba. Coba deh kamu tanya sama masnya, mungkin aja tahu” jawabku sambil melirik karyawan tersebut.
Andra, karyawan pria tersebut dan karyawan wanita yang kebetulan melihat kami tertawa saat mendengar ucapanku. Aku jadi “salting (salah tingkah)”. Aku hanya menggaruk-garuk kepala dan melontarkan senyum kecil pada mereka.
“Mas, ada yang rasa durian nggak? Aku beli yang rasa itu aja mas.” pinta Andra.
Tapi aku tidak setuju dengan Andra kalau dia minta yang rasa durian.
“Draaa... Jangan yang duriaaan.. Aku tu nggak suka sama baunya. Rasa yang lain aja lahh..masih banyak yang lain tuh.” kataku dengan nada manja supaya Andra mau menuruti permintaanku.
“Ehmmm…ya udah mas beli yang fiesta rasa banana aja. Yang isi tiga ya mas.” pinta Andra kepada karyawan yang masih saja setia melayani kami.
Kemudian karyawan tersebut mengambil kondom yang telah kami pilih dan menyuruh kami untuk membayar ke kasir. Aku melirik wajah Andra yang terlihat seperti sedang menahan sesuatu. Akupun mau tertawa tapi aku coba untuk menahannya. Dan setelah kami mendapatkan kondom tersebut, kamipun keluar dari apotek.
Kami berdua menuju ke sepeda motor. Setelah itu kami tertawa lepas setelah sekian lama menahan tawa. Satu kata “lega”.  Aku lihat jam tangan, dan aku menyadari ternyata sudah sekitar setengah jam kami berada di dalam apotek dengan keadaan penuh ketegangan dan kegugupan. Kami berdua merasa seperti di tempat yang menuntut kami untuk menyiapkan mental. Benar-benar tidak terduga sebelumnya.
Andra malah sempat bercanda, “Kok tadi nggak di video sekalian aja yah? Haduh..masnya tadi lucu banget. Tampangnya keliatan kaget dan bingung daritadi. Hehehehe”.
“Wah parah banget kamu.. Malu-maluinlah kalau di video. Hahahaha” jawabku yang masih saja tertawa.
Kemudian kami berdua pulang. Tapi sepanjang jalan kami masih saja membahas kejadian lucu saat di dalam apotek. Benar-benar pengalaman yang mengesankan. Begitu juga buat Andra, anak teknik mesin yang mendapat pengalaman sekaligus pengetahuan tentang kondom yang tidak didapat sebelumnya.
Sesampainya di kos, aku bersama teman-teman kos langsung membuka kondom tersebut. Walaupun jam sudah menunjukkan sekitar pukul sebelas malam tapi kami, aku dan dua temanku yang kebetulan masih menonton televisi sangat antusias. Karena di kos, hanya aku yang mengambil jurusan kesehatan sementara teman-temanku jurusan teknik kimia dan sastra sehingga membuat mereka benar-benar tidak mengerti bentuk dari kondom yang sebenarnya. Kami sangat penasaran bagaimana bentuknya, warnanya dan baunya apakah benar-benar seperti bau pisang.
Pelan-pelan…, aku buka bungkusnya. Lalu aku ambil isinya. Dan setelah itu, aku dan teman-teman melihat wujud dari kondom yang sesungguhnya. Tidak dari gambar ataupun foto, tapi benar-benar nyata. Kondom tersebut di depan mataku, aku pegang dengan tanganku sendiri. Aku dan teman-temanku hanya takjub dan tertawa saat melihatnya. Mungkin menurut orang lain tingkah kami yang begitu takjub dengan kondom itu sangat aneh ataupun norak, tapi itu memang yang kami rasakan. Kami tidak tahu sebelumnya, jadi wajarlah kalau kami seperti orang yang masih lugu dan tidak mengerti tentang kondom.
Kemudian kami bertiga mengambil salah satu kondom dari tiga kondom yang tertata dengan rapi di dalam plastik. Aku meniupnya seolah-olah seperti balon. Dan kamipun kebagian kondom satu-satu untuk ditiup. Kami malah merasa kembali ke masa kecil kami, begitu asyik saat bermain balon bersama teman-teman.

Ini nich contoh kondom "FIESTA" yang aku beli. Tapi EIITTTSSSSSSSSSS tunggu dulu ini cuma aku buka langsung tak masukin ke bungkus lagi lho....soalnya geli benget liatnya..

Add caption


No comments:

Post a Comment