Wednesday 13 February 2013

Desa Wisata Soran


“Desa Wisata Soran Duwet”

                     

Profil
Pengantar Sejarah
Berdasarkan penuturan sesepuh desa, pembangunan desa dimulai dari sejarah pelarian perang Diponegoro dari Yogyakarta yang bernama Joyokusumo. Daerah-daerah yang dilewati oleh Joyokusumo kemudian di jadikan dusun dengan nama sesuai yang dialami atau dirasakan oleh Joyokusumo ketika melakukan pelarian. Misalnya dusun Mangsuran, penamaan dusun karena nafas Joyokusumo dalam pelarian yang “ngangsur-ngangsur”, dusun Soran karena terdesak kalah/”kasoran”, dusun Salam Rejo karena sudah mulai merasa aman.

Sejarah di atas menunjukkan adanya hubungan antara desaa Duwet dengan keraton Yogyakarta. Hal itu juga ditunjukkan dari posisi lurah pertama desa Duwet yang menjalankan pemerintahannya dan mengabdikan diri pada keratin Yogyakarta.


Keadaan Geografis dan Demografis Desa
Luas wilayah desa sebesar 94,18 Ha dengan dibatasi oleh desa Mranggen (sebelah utara), desa Karang Lo (sebelah selatan), desa Demak Ijo (sebelah barat) dan desa Gatak (sebelah timur). Sebagian besar wilayahnya diperuntukkan bagi areal pertanian (61,50 Ha), sedangkan lading/tegalan hanya sebesar 2,5 Ha. Sampai tahun 2006, desa Duwet dihuni oleh sekitar 2027 jiwa. Desa Duwet termasuk daerah dataran rendah, dengan ketinggian 158 meter di atas permukaan laut. Curah hujan 1082 mm/tahun dan suhu rata-rata 32 derajat celcius.

Penduduk
Masyarakat Duwet dari komposisinya bisa dikatakan cukup plural, berbagai agama memiliki pengikutnya di desa ini. Budaya-budaya Jawa pun masih ada yang dilestarikan oleh masyarakat desa Duwet. Rasa persaudaraan dan kegotongroyongan masih terasa dan melingkupi tradisi-tradisi yang dijalankannya.
Desa Duwet termasuk desa agraris, karena kehidupan sebagian besar warga mengandalkan pertanian terutama tanaman padi, meskipun saat ini pergeseran telah terjadi, dimana sebagian besar warga lebih memilih bekerja di luar sektor pertanian. Warga desa Duwet yang bekerja di luar sektor pertanian, antara lain di bidang pertukangan, perdagangan, dan industry kerajinan rumah tangga.

                

Fasilitas Wisata
1.  Daya Tarik Wisata
a.      Tradisi Lokal
Merti Desa
Merti Desa merupakan sebuah prosesi tradisional lokal dalam bentuk kegiatan bersih desa. Kegiatan ini sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat secara gotong royong. Tujuannya agar Tuhan memberikan perlindungan dan keselamatan bagi masyarakat desa. Salah satu kegiatan yang mengiringi tradisi Merti Desa adalah pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Merti Desa biasanya dilakukan pada tanggal 1 Muharram (Sura) dan pada tanggal 10 Dhulhijah (Besar)

Sambatan
Sambatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan bersama-sama oleh warga desa dalam rangka memperbaiki rumah salah satu warganya. Aspek kegotongroyongan serta semngat solidaritas sangat kental dalam tradisi ini.

Tradisi Kumbakarnan
Tradisi ini merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mempersiapkan pembentukan kepanitiaan hajatan pengantin warga desa. Istilah ini muncul karena pada tradisi ini, warga yang diundang disediakan makanan yang berlimpah, layaknya ketika raja Kumbakarna mau diangkat menjadi senopati perang dalam perang Baratayuda.


 

b.      Kesenian Lokal
Kelompok Kesenian Campur Sari
Ada tiga kelompok campur sari yang hidup di desa Duwet yaitu Tombo Ati, Adventura Nada dan Abilowo. Kelompok campur sari Tombo Ati dan Adventura Nada merupakan wadah dari pemuda desa dalam rangka menyalurkan hobi kesenian. Sedangkan kelompok campur sari Abilowo merupakan wadahnya orang-orang tua dalam berkesenian.

Group Wayang Kulit
Duwet pernah memiliki sesepuh dalang untuk wilayah Surakarta (pakeliran Surakartanan) yang bernama Ki Wiro Warseno (guru dari dalang Ki Narto Sabdo). Putra-putranya kemudian menemukan kiprahnya dengan membentuk group wayang kulit. Salah satu putranya yang bernama Kesdik Kasdolamono saat ini menjadi sesepuh dalang wilayah Surakarta, di samping menjadi dosen tamu luar biasa di STSI Surakarta.

  

2.      Cindera Mata
Sektor industry yang berkembang di desa Duwet berupa industry rumah tangga. Hasil-hasil dari produksi industry rumah tangga ini dapat menjadi oleh-oleh yang menarik ketika berkunjung di desa Duwet.

Makanan khas rengginan ketela
Salah satu industry rumah tangga yang berkembang di desa Duwet adalah pembuatan makanan rengginan ketela. Di sini, komunitas pengrajin makanan rengginan ketela memiliki jaringan sendiri, yang diberi nama Ngudi Prayogo

Kerajinan Sulak Bulu Ayam
Kerajinan rumah tangga yang lain adalah pembuatan sulak dari bahan bulu ayam, yang berlokasi terutama di dusun Soran dan Duwet. Pemasarana kerajinan ini sampai ke daerah Yogyakarta dan sekitar Klaten.

Kerajinan wayang kulit
Kerajinan wayang kulit merupakan usaha warisan leluhur warga desa Duwet. Kerajinan wayang kulit ini untuk menopang kesenian tradisional wayang kulit pakeliran Surakarta yang melegenda di desa Duwet.

Kerajinan bambu
Masyarakat desa Duwet juga memiliki industry rumah tangga yang bergerak di bidang kerajinan bambu. Berbagai barang dan hiasan yang bahan mentahnya terbuat dari bambu, tersedia di desa ini.

Kerajinan lainnya
Selain industry rumah tangga seperti yang disebutkan sebelumnya, masyarakat desa Duwet juga mempunyai beberapa jenis industry rumah tangga lainnya. Industry rumah tangga batu bata, dan atap rumah merupakan contoh industry rumah tangga yang juga ada di desa ini.

      

3.      Sarana Akomodasi
Bila parawisatawan ingin mengunjungi desa Duwet, tersedia sarana akomodasi berupa pondok-pondok wisata (home stay) yang dapat dipergunakan sebagai tempat bermalam.




Hemtt jadi bangga...jadi anak desa Soran Duwet Klaten..^_^
Semoga ke depannya semakin maju pariwisata di desa Soran (DEWI SORAN)......... 

No comments:

Post a Comment